HIKMAH, Saya termasuk orang yg hoby main musik. Ketika saya baru belajar
memetik gitar, sebelumnya di beri tahu lebih dahulu oleh seorang
sahabat ttg teori ato tehnik dan rumusnya.
Kemudian sahabatku pun berpesan singkat: "Sudah itu saja teorinya, yg penting kamu latihan yg maksimal dan disiplin jika ingin bisa", begitu sugestinya.
Sebagai seorang yg ingin sekali bisa main gitar,tentu tidak mau menyia-nyiakan waktu luang untuk saya isi dengan terus berlatih dan berlatih. Ternya benar juga kata sahabatku&guruku, Meski kesulitan pada awal berlatih saya sering rasakan dan temukan, toh pada ahirnya saya bisa bermain dengan lancar dan bisa menikmati hasil upaya dan ihtiarku dalam bermusik. Bahkan orang lain pun ikut menikmatinya. Ada kebahagiaan tersendiri yg menyelinap di ruang batin, ketika ternyata saya juga bisa berbagi "kenikmatan rasa" pada orang lain.
LENTERA
Pngalaman sederhana diatas, setlah saya renungi, ternyata ada "lentera hikmah" didalamnya yg bisa kita petik sebagai "pelajaran hidup" yg bermakna dalam konteks apa pun ditengah belantara "ihtiar dan ijtihad".
Dalam konteks agama, yg bisa kita petik adalah antara teori dan aplikasi atao praktek atao amal atao karya nyata.
Shalat dan ibadah ritual formal lainnya saya ibaratkan sebagai teori atao rumus musik. Lalu amal dan karya nyata yg berlandaskan moral agama, saya ibaratkan sebagai orang belajar musik yg sedang praktek berlatih langsung. Meski secara bertahab, tapi karna keinginan untuk bisa kuat, toh pada ahirnya benar-benar bisa.
Orang ber-agama yg ber-hasil adalah ketika dia mau praktek, memberi karya nyata langsung di masyarakat sesuai bidangnya masing2 terkait problematika sosial kebangsaan. Peningkatan prestasi dan kwalitas keber-agamaan seseorang tentu tergantung pada desiplin dan tingkat kekhusyu'annya atao "itegritasnya" dalm aplikasi sosial kemasyarakatan . Dari bidang ekonomi, politik, budaya, sosial dll.
Sderhananya, orang bisa disebut ber-agama, ketika dirinya sudah bisa memberi manfa'at di lingkungan masyrakat sekitarnya sesuai bidangnya masing2. Dan belum bisa dikatakan orang ber-agama, ketika dia hanya fokus pada ibadah shalat, plus naik haji stiap tahun saja, tanpa peduli dengan kemiskinan dan problematika rakyat di sekitarnya.
So, ternyata optimalisasi praktek dalam urusan duniawi terkait kebutuhan kesejahteraan dan kemakmuran bersama, merupakan faktor yg lebih dominan bagi keberhasilan manusia sebagai pemegang amanah kehalifahan bumi. Itulah potret sosok yg benar-benar dikatakan "ber-agama".
Sebab, filosufy "ibadah shalat" yg merupakan "tiang agama" (yg saya ibaratkan sebagai teori & rumus) telah terjabarkan dan terealisasikan, hingga benar-benar menjadi TIANG YG KOKOH DAN TAGAK BERDIRI. Tak lekang karna terikpanas mentari dan tak rapuh karna tajamnya panah-panah hujan.
Allhu a'lam.
Kemudian sahabatku pun berpesan singkat: "Sudah itu saja teorinya, yg penting kamu latihan yg maksimal dan disiplin jika ingin bisa", begitu sugestinya.
Sebagai seorang yg ingin sekali bisa main gitar,tentu tidak mau menyia-nyiakan waktu luang untuk saya isi dengan terus berlatih dan berlatih. Ternya benar juga kata sahabatku&guruku, Meski kesulitan pada awal berlatih saya sering rasakan dan temukan, toh pada ahirnya saya bisa bermain dengan lancar dan bisa menikmati hasil upaya dan ihtiarku dalam bermusik. Bahkan orang lain pun ikut menikmatinya. Ada kebahagiaan tersendiri yg menyelinap di ruang batin, ketika ternyata saya juga bisa berbagi "kenikmatan rasa" pada orang lain.
LENTERA
Pngalaman sederhana diatas, setlah saya renungi, ternyata ada "lentera hikmah" didalamnya yg bisa kita petik sebagai "pelajaran hidup" yg bermakna dalam konteks apa pun ditengah belantara "ihtiar dan ijtihad".
Dalam konteks agama, yg bisa kita petik adalah antara teori dan aplikasi atao praktek atao amal atao karya nyata.
Shalat dan ibadah ritual formal lainnya saya ibaratkan sebagai teori atao rumus musik. Lalu amal dan karya nyata yg berlandaskan moral agama, saya ibaratkan sebagai orang belajar musik yg sedang praktek berlatih langsung. Meski secara bertahab, tapi karna keinginan untuk bisa kuat, toh pada ahirnya benar-benar bisa.
Orang ber-agama yg ber-hasil adalah ketika dia mau praktek, memberi karya nyata langsung di masyarakat sesuai bidangnya masing2 terkait problematika sosial kebangsaan. Peningkatan prestasi dan kwalitas keber-agamaan seseorang tentu tergantung pada desiplin dan tingkat kekhusyu'annya atao "itegritasnya" dalm aplikasi sosial kemasyarakatan . Dari bidang ekonomi, politik, budaya, sosial dll.
Sderhananya, orang bisa disebut ber-agama, ketika dirinya sudah bisa memberi manfa'at di lingkungan masyrakat sekitarnya sesuai bidangnya masing2. Dan belum bisa dikatakan orang ber-agama, ketika dia hanya fokus pada ibadah shalat, plus naik haji stiap tahun saja, tanpa peduli dengan kemiskinan dan problematika rakyat di sekitarnya.
So, ternyata optimalisasi praktek dalam urusan duniawi terkait kebutuhan kesejahteraan dan kemakmuran bersama, merupakan faktor yg lebih dominan bagi keberhasilan manusia sebagai pemegang amanah kehalifahan bumi. Itulah potret sosok yg benar-benar dikatakan "ber-agama".
Sebab, filosufy "ibadah shalat" yg merupakan "tiang agama" (yg saya ibaratkan sebagai teori & rumus) telah terjabarkan dan terealisasikan, hingga benar-benar menjadi TIANG YG KOKOH DAN TAGAK BERDIRI. Tak lekang karna terikpanas mentari dan tak rapuh karna tajamnya panah-panah hujan.
Allhu a'lam.
(Refleksi)
Kudus 25 des 2013~
By: Hamory Hasan Makmoery
Grup: AL HIKMAH
0 komentar:
Posting Komentar