Home » » Agama dan Beragama

Agama dan Beragama

Post By KUMPULAN KUNCI JAWABAN LENGKAP on Jumat, 17 Januari 2014 | 12.09

HIKMAH, Kata “agama” konon berasal dari bahasa sanskerta, “a” artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi “agama” artinya “tidak kacau”, maksudnya tentu saja agama itu adalah suatu tatanan agar kehidupan tidak menjadi kacau (“tidak menjadi kacau” mengandung arti bahwa ada premis yang mengatakan bahwa “sebelumnya kekacauan itu tidak ada tetapi potensial terjadi”). Jadi kalau agama (tepatnya beragama) itu justru membuat kekacauan, tentu saja itu (sikap beragama) sudah menyalahi kodrat keberadaan agama (jadi jangan salahkan keberadaan agama itu). Bertolak dari pengertian itu, saya setuju jika memang setiap diskusi tentang agama, termasuk yang akan saya sampaikan ini, tidak membuat kekacauan.

Kata yang paling populer dari diskusi agama adalah “sensitif”. Kata “sensitif” itu difahami sebagian orang sebagai sebuah warning agar diskusi segera dihentikan! Bagi saya, diskusi seperti itu bukanlah sesuatu yang terlalu sensitif dan menakutkan selama bertujuan untuk kebaikan dan disertai dengan jalan yang baik pula. Tetapi saya teringat seorang ulama Madura yang berusaha melibatkan diri (maksudnya untuk menyelesaikan masalah tentu saja) dalam kerusuhan antar suku di Kalimantan dulu, tapi ternyata beliau tidak berhasil, malah sedikit memperkeruh masalah. Panglima Kodam Brawijaya kemudian berdiskusi dengan ulama tersebut, dan hasilnya adalah sebuah perkataan bijak dari ulama tersebut: “Ternyata niat baik tidak selalu mendapatkan hasil yang baik”.

Kenapa diskusi agama sensitif? Karena jelas setiap agama itu nyata-nyata berbeda, dan setiap penganut agama harus berani mengakui hal ini, kalau tidak, mengapa dia taat kepada agama yang dianutnya? Tentu saja tidak ada alasan untuk saling bersitegang karena perbedaan itu. Si A beragama X dan si B beragama Y karena memang menurut si A agama X-lah yang benar, persis seperti menurut si B bahwa agama Y-lah yang paling benar. Tidak pada tempatnya jika si A menyatakan kepada si B bahwa agama Y adalah salah dan agama X-lah yang benar, begitu juga sebaliknya. Tapi sangat tepat jika si A mengatakan hal itu kepada saudara seimannya, sama tepatnya jika si B melakukan hal yang sama kepada saudara seimannya. Nabi Muhammad berdiri ketika lewat di depannya iringan orang-orang membawa jenazah seorang Yahudi, dan suatu kali beliaupun mengizinkan mesjidnya digunakan sekelompok orang Kristiani yang memerlukan tempat untuk beribadah menyembah Tuhannya.

Betapapun, dalam diskusi lintas agama, ada frase santun yang tidak boleh dilupakan; itu adalah frase semacam ini: “Di dalam agama X, seperti yang saya yakini, bla bla....”, tanpa ada maksud untuk mempengaruhi keyakinan beragama lawan bicara. Frase santun itu telah disampaikan dengan beberapa kawan baik saya, dan saya akan mencontoh mereka saya itu, tentu saja dengan atribut keislaman saya, seperti sering dikatakan Muhammad Natsir dalam mengawali pembicaraannya: “Isyhadu ana al muslimin (saksikan saya adalah seorang muslim)”. Tapi jelas saya sangat naif jika merasa sehebat beliau.

By: Asep Juarna
Grup: AL HIKMAH
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : AL HIKMAH | BERITA TERKINI | AL HIKMAH
Copyright © 2013. AL HIKMAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger