Adanya berbagai macam agama dan aliran pemikiran adalah sebuah realitas
yang terpampang di hadapan kita, dan masing-masing agama dan aliran
pemikiran tersebut mempunyai pengikut yang kualitasnya juga beragam, ada
yang taat, biasa-biasa saja, atau sekedar masuk hitungan, dan ada juga
yang fanatik.
Masing-masing orang yang dengan sadar memilih
agama atau aliran pemikiran tertentu, pastilah karena dia menganggap
aliran pemikiran tersebut benar dan didasari keinginan yang kuat agar
memperoleh kebaikan dan kebahagiaan dengan menerapkan apa yang
diyakininya sebagai kebenaran tersebut.
Bagaimanapun jua
kebenaran itu bersifat mutlak. Namun apakah suatu pemahaman yang kita
yakini sebagai suatu kebenaran adalah kebenaran yang mutlak? Untuk itu
perlu pengujian kembali, agar apa yang kita yakini itu bukan sekadar
sebagai klaim belaka.
Dalam pepatah Minangkabau dikatakan : Emas
tahan uji, bungkal tahan asah. Begitu juga dengan kebenaran yang akan
menjadi dasar dari segenap tindak laku kita di tengah-tengah kehidupan
ini, haruslah menjadi keyakinan yang kokoh dengan dukungan argumentasi
dan pembuktian-pembuktian yang logis dan rasional.
Namun karena
kemampuan berfikir manusia tidak sama, kebenaran yang diyakini yang
merupakan perolehan dari pengembaraan intelektualnya kemudian
diformulasikan menjadi sebuah doktrin, lantas berkembang menjadi sebuah
aliran yang saling berbeda satu sama lain. Perbedaan doktrin inilah yang
menyebabkan jarak bagi masing-masing panganut agama dan mazhab
pemikiran dengan memberi predikat “kami” terhadap orang-orang yang satu
pandangan, dan “mereka” bagi kelompok lain. Klaim “kamilah yang berada
di atas kebenaran” menjadi wacana yang populer di tengah-tengah mereka
yang berada dalam satu kelompok, dan mengklaim kelompok lain sebagai
golongan yang sesat.
Budaya saling tuding dan saling tuduh
akibat klaim-klaim sepihak tanpa mengadakan dialog santun dengan pihak
lain, menyebabkan keutuhan umat dalam posisi rawan perpecahan. Satu
kelompok menganggap kelompok yang berbeda dengannya sebagai ancaman yang
bukan sekedar akan dikalahkan dalam perdebatan teologis, tapi juga
harus terbunuh secara politis bahkan dibasmi dari bumi Allah ini.
Tudingan yang nyaris sama dilontarkan kembali oleh kelompok yang
dituduh, sebagai reaksi atas tuduhan dari kelompok pertama, dan bisa
jadi sikap yang sama juga akan muncul dari sementara kalangan penganut
aliran tersebut yang bersikap ekstrim. Tak terelakkan perang tudinganpun
terjadi, yang perlahan namun pasti – bila tidak segera diantisipasi –
akan menimbulkan pertentangan bahkan peperangan di antara mereka.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak berbagi dalam mencari pemecahan
problem yang luar biasa rumitnya ini : Golongan manakah yang tidak
sesat? Apa yang menjadi kriteria suatu golongan itu berada di atas
kebenaran, dan yang sebaliknya, yang menyimpang?
Dari
masing-masing golongan, para pemukanya mengajukan bukti-bukti sesat atau
menyimpangnya golongan lain dari kebenaran, dan mengklaim kelompok
mereka pasti benar. Bila kita membuat daftar kelompok yang dinilai sesat
oleh kelompok lain, maka bisa dipastikan semua kelompok pasti masuk
dalam daftar kelompok sesat. Kemudian kita membuat satu daftar kelompok
yang tidak sesat, maka tidak akan dapat kita temukan dalam daftar
tersebut satu kelompok saja pun yang disepakati oleh semua golongan
sebagai golongan yang selamat dari kesesatan.
Yang lebih pelik
lagi, bila kita membenarkan klaim suatu golongan bahwa kelompok lain itu
sesat, dan kemudian kita juga membenarkan klaim kelompok lain bahwa
yang sebenarnya sesat adalah kelompok yang melontarkan tuduhan, kita
akan menarik kesimpulan : sesungguhnya klaim kedua kelompok itu
sama-sama benar, bahwa mereka itu sama-sama “sesat”. Maka kelompok siapa
sebenarnya yang tidak sesat?
Kemudian ada lagi anggapan,
kelompok yang menyimpang itu adalah aliran pemikiran yang berbeda dari
arus utama suatu komunitas, tapi anehnya mereka mengatakan bahwa tidak
selamanya arus utama itu pasti benar. Bagaimana pula jika ada dua atau
lebih arus utama yang berbeda atau bahkan bertolak belakang satu sama
lain dalam suatu komunitas, mana arus yang benar-benar “Benar” ?
Juga ada anggapan yang mengatakan bahwa aliran sesat itu adalah
pemahaman atau kegiatan yang mengundang keresahan masyarakat. Menurutku
ini adalah pendapat yang sangat ngaco sekali. Standar "meresahkan"
maupun "menyenangkan" masyarakat itu sangat subjektif sekali. Dalam
masyarakat yang gemar kemaksiatan, pemahaman ataupun sikap dan tindakan
yang baik itu akan sangat meresahkan mereka. Suatu tatanan yang sudah
dianggap mapan dalam suatu komunitas akan merasa resah bila muncul
pemahaman baru yang mereka anggap potensial merombak tatanan tersebut.
Dengan membaca sejarah kita bisa melihat betapa resah masyarakat kota
Makkah dengan misi kenabian Muhammad SAW yang akan merombak tatanan
jahiliyah mereka yang sudah mapan. Berdasarkan anggapan masyarakat saat
itu Muhammad adalah orang gila, pembohong dan tukang sihir. Perlu
diingat, sebelumnya mereka sepakat memberi gelar kepada Muhammad SAW
“Orang Yang Terpercaya (Al-Amin)”. Mereka tidak resah dengan keberadaan
Muhammad SAW sebelum mengemban Risalah Allah, namun mereka resah ketika
Beliau mendakwahkan Islam. Apakah Beliau sesat sesudah mendakwahkan
Islam karena meresahkan masyarakat?
Begitu juga pada awal abad
20, berdirinya organisasi Muhammadiyah juga meresahkan masyarakat bahkan
para ulama tradisional kala itu. Walau sekarang telah menjadi salah
satu diantara arus utama (mainstream) di dalam kalangan muslim
Indonesia. Namun pada saat itu, Persyarikatan Muhammadiyah dituding
sebagai agama baru, padahal organisasi ini melakukan reformasi dalam
pemahaman Islam. Dengan jargon “kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” ,
Persyarikatan Muhammadiyah telah memberikan sumbangsihnya yang besar
dalam memberantas tahayul, bidah dan khurafat yang mendominasi akidah
ummat Islam Indonesia, juga membebaskan ummat dari taqlid buta terhadap
tradisi dan menghidupkan kembali semangat tajdid (pembaharuan). Apakah
pada saat itu Persyarikatan Muhammadiyah sesat karena berbeda arus
dengan mainstream, dan sekarang tidak lagi karena sudah menjadi
mainstream?.
Problem catur Anatoli Karpov, dalam beberapa hari
mungkin akan berhasil aku pecahkan, namun problem “manakah aliran yang
tidak sesat?” hingga saat ini masih belum dapat aku temukan
pemecahannya, dan aku yakin aku tidak akan mampu dengan keterbatasan
yang ada padaku. Dalam pencarian ini aku sangat tidak mengaharapkan
tudingan sebagai orang yang sesat, walau mungkin saja aku masih belum
berada di jalanNya.
Begitupun, bukanlah berarti aku memahami
kebenaran itu bersifat relatif. Aku yakin adanya kebenaran mutlak, dan
pemilik kebanaran mutlak itu hanyalah Yang Maha Mutlak. Betapa Maha
Bijaksana Dia yang mengajar kita memohon kepadanya : “Tunjukilah kami
jalan yang lurus”.(QS Al-Fatihah (1) :6) . Dan aku yakin, dengan
petunjukNya, kita akan berada di atas kebenaran walau seluruh manusia di
atas dunia ini menuduh kita sesat. Sebaliknya, kita tetaplah sebagai
orang atau kelompok yang sesat apabila kita menolak petunjukNya, walau
seluruh dunia sepakat mengatakan bahwa kita adalah orang yang mendapat
petunjuk.
Satu hal lagi yang aku yakin, Allah SWT tidak pernah
meminta pertimbangan seseorang dalam menentukan pilihan mengenai siapa
yang akan ditunjukiNya, dan tidak menerima keberatan seseorang ketika
menetapkan tentang kesesatannya. Ketentuan siapa yang sesat dan siapa
yang mendapatkan petunjuk adalah hak prerogatifNya semata. Kita hanya
menjalani apa yang telah ditetapkanNya, dan senantiasa mengharap
bimbinganNya. Kita tidak diperintahkan untuk menuding dan menuduh
seseorang ataupun kelompok lain sebagai sesat. Adakan perhitungan oleh
diri kalian sendiri sebelum diadakan perhitungan terhadap diri kalian,
demikan pesan Umar r.a.
Wallahu a’lam.
Medan, 05 April 2006.
0 komentar:
Posting Komentar